Beranda
Bahasa Arab
Opini
Urgensi Mempelajari Bahasa Arab
Februari 10, 2024

Urgensi Mempelajari Bahasa Arab

Pentingkah Belajar Bahasa Arab? Apa Manfaatnya?!


Apakah penting belajar bahasa Arab? Apa urgensinya? Kenapa harus belajar bahasa Arab? Apa manfaatnya? Apa saja keutamaannya?

Pertanyaan-pertanyaan di atas sudah kerap dikaji dan menjadi topik diskusi dalam dunia pendidikan bahasa Arab, terutama di ranah perguruan tinggi. Namun, pernahkah pertanyaan-pertanyaan senada dilontarkan dalam perbincangan masyarakat awam? Pernahkah hal tersebut menjadi topik bahasan para kawula muda di tongkrongan mereka? Amat kecil kemungkinannya. Atau, pernahkah terlintas di benak Anda untuk belajar dan mendalami bahasa Arab?

Pentingkah Belajar Bahasa Arab?

Tingkatan dan ukuran urgensi bahasa Arab selalu bersifat relatif, terutama jika berkaitan dengan "domain" atau lokasi Anda tinggal, bahasa yang Anda gunakan dalam bertutur sehari-hari, keyakinan, dan apa yang akan Anda lakukan di masa mendatang.

Apabila Anda tinggal di Indonesia, hidup di tengah komunitas yang bertutur dengan bahasa Indonesia pula, lantas mengapa penting mempelajari bahasa Arab?

Toh, Anda tidak mengucapkan "صَبَاحُ الْخَيْرِ" (baca: ṣabāḥ al-khair, arti: selamat pagi) kepada tetangga atau teman Anda kala menyapa mereka di pagi hari.

Anda juga tidak mengucapkan "بِكَمِ الثَّمَن؟"  (baca: bikam al-ṡaman?, arti: berapa harganya?) saat Anda menanyakan suatu harga barang di pasar.

Guru atau dosen di tempat Anda belajar dan kuliah juga tidak menjelaskan materi dengan bahasa Arab, kecuali jika Anda memang tengah mengikuti pelajaran atau program studi yang berkaitan dengan bahasa Arab.

Lantas, jika demikian, apa guna dan untungnya mempelajari bahasa Arab? Lain halnya jika Anda memang punya keinginan untuk belajar atau bekerja di negara-negara yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi atau harian, maka akan sangat urgen bagi Anda mempelajarinya.

Berbeda halnya ketika menyangkut perihal agama atau keyakinan. Jika Anda adalah seorang muslim, maka jawabannya adalah “Ya”, bahasa Arab adalah urgen untuk dipelajari, artinya sangat penting.

Lalu apa korelasi muslim dengan bahasa Arab? Apakah hanya karena Anda beragama Islam lantas membuat Anda terbebani untuk mendalami bahasa Arab yang "notabene" cukup kompleks untuk dipelajari? Penulis merasa skeptis jika ada seorang muslim yang masih mempertanyakan hal ini. Tetapi, tentu saja, benturan opini antarindividu sangatlah mungkin terjadi. Hal ini teramat lumrah.

Alasan Pentingnya Mempelajari Bahasa Arab

Berangkat dari pengalaman pribadi Penulis, suatu kali Penulis "jumatan" di suatu masjid kampung. Menjelang akhir khotbah Jumat, khatib membaca beberapa doa dan serta-merta jemaah yang mendengarnya mengangkat tangan lalu mengamininya.

Pentingnya Belajar Bahasa Arab

Begitu sang khatib selesai berdoa dan membaca beberapa kalimat penutup –yang entah mengapa ia lafalkan dengan bahasa Arab– ada beberapa jemaah yang terus mengamini dan mengangkat tangan, padahal itu bukan kalimat doa.

Bisa dipastikan, bukan rasa kantuklah yang mengakibatkan miskomunikasi ini, karena tidak sekali Penulis mendapati kejadian serupa di lain Jumat. Jadi, kemungkinannya adalah "ketidaktahuan" dari jemaah tersebut sendiri!

Ironi tapi memang begitulah kenyataannya. Bagaimana mungkin seorang muslim tidak bisa membedakan antara doa dan bukan? Ya, mungkin saja. Jawabannya adalah kurangnya kapasitas dalam memahami bahasa yang digunakan dalam berdoa itu sendiri, yaitu bahasa Arab.

Kehidupan seorang muslim "seyogianya" tak pernah lepas dari sentuhan bahasa Arab. Sejak masih usia dini, seorang muslim biasanya sudah familier dengan berbagai hafalan doa berbahasa Arab. Menginjak pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah, ia mulai dilatih dengan beragam praktik ibadah yang juga tak terlepas dari penggunaan bahasa Arab di dalamnya.

Contoh dasarnya adalah salat. Pengertian salat sendiri secara terminologi fikih adalah ibadah wajib yang terdiri dari ucapan dan perbuatan, diawali dengan takbiratulihram dan diakhiri dengan salam, dengan rukun-rukun dan syarat-syarat tertentu. Lafaz-lafaz yang ada di dalamnya pun berbahasa Arab. Bahkan, salah satu rukun salat adalah membaca Surat al-Fatihah yang merupakan bagian dari Al-Qur’an. Bahasa yang digunakan dalam Al-Qur’an sendiri adalah bahasa Arab.

Jadi, mustahil agaknya bagi seorang muslim mampu menyelami dan menghayati bacaan salatnya jika tidak paham dengan bahasa pengantarnya, yaitu bahasa Arab. Seorang muslim yang mempunyai visi untuk meningkatkan kualitas salatnya minimal akan berusaha mencari dan memahami terjemah zikir-zikir salat dari sumber-sumber terpercaya yang membahas tentang ibadah salat.

Namun, hemat Penulis, ada gap "rasa" yang signifikan antara penghayatan yang dihasilkan karena membaca terjemahan dengan penghayatan yang dihasilkan karena memahami bahasa Arab itu langsung, terutama pemahaman terkait tarkīb (susunan kata) dan pemilihan diksi.

Misalnya, dalam ayat kelima Surat al-Fatihah:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Jika diterjemahkan per kata, maka:

  • إياك : kepada-Mu (Allah)
  • نعبد : kami menyembah
  • و : dan
  • نستعين : kami memohon pertolongan

Dalam ayat ini, terjadi perubahan susunan kata. Kalimat asalnya adalah:

نَعْبُدُكَ وَ نَسْتَعِيْنُكَ

Jika diterjemahkan per kata, maka:

  • نعبدك : kami menyembah-Mu (Allah)
  • و : dan
  • نستعينك : kami memohon pertolongan pada-Mu (Allah)

Objek kalimat di atas, yaitu "Mu", yang asalnya berada setelah verba "menyembah" dan "memohon pertolongan" dipindahkan ke depan lalu diubah redaksinya menjadi "iyyāka".

Dalam ilmu ma’ānī, pendahuluan objek kalimat yang seharusnya di belakang menunjukkan adanya qaṣr. Artinya, ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah, tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya.

Qaṣr adalah pembatasan dan pengkhususan. Misalnya, ada sebuah kalimat berbunyi: "Hari ini hanya Umar yang hadir". Artinya, orang-orang yang hadir dibatasi dan dikhususkan hanya pada Umar. Dengan demikian, orang-orang selain Umar dianggap tidak hadir.

Sehingga, pemaknaan dari ayat kelima Surat al-Fatihah adalah: “Kami menyembah-Mu dan kami tidak menyembah selain-Mu. Kami memohon pertolongan kepada-Mu dan kami tidak memohon pertolongan kepada selain-Mu.”

Pemaknaan di atas kemudian diredaksikan dalam Terjemah Kementerian Agama Republik Indonesia menjadi: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”.

Syekh ‘Abd al-Raḥmān bin Naṣir al-Sa’di berpendapat bahwa didahulukannya ibadah sebelum isti’anah (arti: permohonan pertolongan) termasuk metode penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih khusus, juga dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah (disembah) ketimbang hak hamba (diberi pertolongan).

Dalam ayat ini, kata isti’anah disebutkan setelah kata ibadah, padahal isti’anah itu juga bagian dari ibadah. Hal ini disebabkan karena hamba begitu membutuhkan pertolongan dari Allah dalam melaksanakan seluruh ibadahnya. Seandainya dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah, maka keinginannya untuk melakukan perkara-perkara yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang itu tentu tidak akan bisa tercapai.

Dari contoh kasus di atas, terlihat bukan perbandingan antara penghayatan hasil membaca terjemah saja dengan yang dihasilkan melalui pemahaman susunan kata dan pemilihan diksi?

Itu hanyalah satu dari tujuh ayat Surat al-Fatihah. Surat al-Fatihah juga hanyalah satu dari 114 surat yang ada dalam Al-Qur’an. Bisa Anda bayangkan bagaimana seorang muslim mampu menghayati bacaan Qur’annya jika tidak paham dengan bahasa Arab?

Jika tidak paham maksud kandungannya, bagaimana mungkin akan mengimplementasikannya dalam kehidupan?

Jika memahami Al-Qur’an sebagai sumber primer syariat Islam saja tak kuasa, apalagi ingin memahami hadis Nabi Muhammad saw. sebagai sumber sekunder?

Lalu bagaimana dengan kitab-kitab keagamaan karangan para ulama yang mayoritas berbahasa Arab?

Pada tahap ini, kita akan amat berterima kasih kepada para ahli bahasa, ahli tafsir, dan ahli Al-Qur’an dan hadis yang telah mendedikasikan hidupnya dan mempersembahkan karya-karyanya kepada kita, yang berisi pemikiran dan pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an dan hadis.

Kemudian, dengan karya-karya mereka, orang yang awam dan berada jauh di sini mampu mendalami dan memahami ajaran agamanya sendiri.

Belajar Bahasa Arab

Urgensi dan Manfaat Mempelajari Bahasa Arab

Berikut ini beberapa urgensi dan manfaat mempelajari bahasa Arab.

  1. Bahasa Arab itu spesial, dari sekian banyak bahasa yang ada di dunia, bahasa Arab yang dipilih oleh Allah sebagai bahasa pengantar Al-Qur’an. Sehingga, dengan sendirinya bahasa Arab terpilih menjadi bahasa Islam.
  2. Bahasa Arab itu istimewa, karena tidak berubah ataupun sirna semenjak 14 abad silam, sehingga menjadi fondasi perkembangan peradaban Islam dan dunia Arab.
  3. Mempelajari bahasa Arab akan memudahkan seseorang dalam memahami dan menggali hukum, aturan, norma, dan nilai yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadis.
  4. Memahami bahasa Arab cenderung akan memudahkan seseorang dalam menghafalkan Al-Qur’an dan hadis.
  5. Mempelajari bahasa Arab merupakan sarana untuk mempelajari agama Islam, karena Islam lahir di jazirah Arab dan kebanyakan referensi keagamaan peninggalan para ulama juga menggunakan bahasa Arab.

Kesimpulan

Mempelajari bahasa Arab adalah sesuatu yang urgen tergantung siapa dan apa tujuan mempelajarinya. Bahasa Arab penting untuk didalami bagi seorang muslim karena dasar agama Islam itu sendiri –yaitu Al-Qur’an dan hadis– berbahasa Arab. Sehingga, untuk mempelajari keduanya diperlukan perangkat yang dapat digunakan untuk menggali dan mengkaji kedua sumber tersebut, yaitu bahasa Arab.

Dengan menguasai bahasa Arab pula, seorang muslim juga dapat mengkaji kitab-kitab agama yang dikarang para ulama terdahulu sehingga menambah khazanah keilmuan dan bermanfaat bagi kemajuan agama dan individu muslim itu sendiri.


Ditulis oleh: Tafkur Bahril Wahid

Tidak ada komentar